Satu contoh lagi bagaimana berbagai kebohongan seputar COVID dan vaksinasi mulai terungkap satu-persatu.
Satu uji klinis yang dilakukan oleh Moderna pada musim panas sampai musim gugur tahun 2020 menunjukkan bahwa jika seseorang menerima vaksinasi dan kemudian terinfeksi virus COVID-19, ada 60% kemungkinan orang tersebut akan tetap terinfeksi. Perhatikan bagian ini (dikutip dari bagian Results):
Among participants with PCR-confirmed Covid-19 illness, seroconversion to anti-N Abs at a median follow up of 53 days post diagnosis occurred in 21/52 (40%) of the mRNA-1273 vaccine recipients vs. 605/648 (93%) of the placebo recipients (p < 0.001). Higher SARS-CoV-2 viral copies at diagnosis was associated with a higher likelihood of anti-N Ab seropositivity (odds ratio 1.90 per 1-log increase; 95% confidence interval 1.59, 2.28).
Untuk yang sudah divaksinasi, ada 60% kemungkinan imunitas dari tubuh tidak mengenali faktor “N” dari virus tersebut dibandingkan dengan yang belum pernah divaksinasi (hanya 7%). Faktor “N” adalah bagian dari virus yang tidak bermutasi, jadi penting sekali sistem imunitas kita mengenali bagian “N” tersebut untuk menjamin adanya imunitas jangka panjang.
Laporan selengkapnya dapat dibaca di Anti-nucleocapsid antibodies following SARS-CoV-2 infection in the blinded phase of the mRNA-1273 Covid-19 vaccine efficacy clinical trial.
Poin yang terpenting adalah bahwa informasi ini sudah diketahui oleh Moderna dan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID). Tetapi mereka memilih untuk menutup-nutupi dan membohongi masyarakat untuk tetap menerima vaksin yang justru malah melemahkan sistem imunitas mereka.
Baik Anthony Fauci dan istrinya adalah karyawan dari NIAID, bahkan istri dari Anthony Fauci, Christine Grady, menjadi salah satu penulis yang menayangkan satu artikel The ethics of encouraging employees to get the COVID-19 vaccination1 yang menganjurkan perusahaan-perusahaan untuk menyalahkan, mempermalukan dan memberikan stigma bagi mereka yang tidak divaksinasi.
Kita melihat satu alasan lagi mengapa obat eksperimental mRNA yang dinamakan vaksin ini bukan hanya tidak boleh dimandatkan, tetapi harus dihentikan sampai ada lebih banyak data masuk untuk diteliti efektivitas dan keamanannya sebelum diberikan kepada manusia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8966597/