Hanya terjadi di Amerika dimana mereka yang bukan warga negara diperjuangkan haknya untuk melakukan pemilihan suara. Walau ditentang oleh partai Republican, partai Democrat tidak henti-hentinya mempertahankan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang Dasar negara dimana hanya warga negara yang berhak untuk melakukan pemilihan suara untuk pemerintah lokal, negara bagian dan federal. Karena pemilihan suara merupakan hak eksklusif seorang warga negara.
Partai Democrat sudah terbiasa dengan tindakan dan praktek di luar hukum dikarenakan sedikit sekali dari mereka yang mendapatkan sanksi hukum. Kegigihan memperjuangkan mereka yang bukan warga negara bahkan penduduk gelap (ilegal) di negara Amerika ini menguntungkan partai Democrat.
Beberapa hal yang membuat partai Democrat diuntungkan oleh suara-suara yang diberikan oleh para penduduk ilegal dan warga negara asing adalah keterbatasan komunikasi bahasa yang menjadi medium yang cukup membingungkan bagi mereka yang tidak fasih berbahasa Inggris dalam memberikan pilihan suara bagi pengisian balot suara. Dimana balot suara sering menggunakan pemakaian bahasa yang agak membingungkan sehingga di dalam kebingungan pilihan untuk “Ya” atau “Tidak” bisa menjadi rancu. Sementara faktor lain adalah prioritas para politisi dan pejabat partai Democrat yang jelas nyata sering mendahulukan warga negara asing dan penduduk ilegal melalui pemberian fasilitas-fasilitas dan keuntungan-keuntungan lainnya dari kas negara yang diperoleh dari pajak masyarakat.
Kebohongan demi kebohongan disiarkan melalui setiap jalur media massa secara terang-terangan seperti iklan layanan masyarakat yang dikeluarkan oleh salah satu kandidat gubernur Georgia, Stacey Abram yang mengklaim bahwa partai Republican menekan hak masyarakat untuk memberikan suara. Tidak diungkapkan masyarakat yang mana yang tidak seharusnya bisa terlibat dalam melaksanakan hak konstitusi pemilihan suara. Dan beberapa iklan layanan masyarakat lainnya yang juga didanai oleh partai Democrat untuk menghasut masyarakat atas dasar yang tidak bisa dibenarkan secara hukum dan konstitusi.
Narasi serupa juga tidak henti-hentinya disuarakan oleh partai Democrat melalui media-media massa utama. Dari posisi tertinggi eksekutif negara hingga ke pemilihan walikota dilakukan dengan kecurangan-kecurangan yang stiap kali diputar-balikkan. Di beberapa wilayah dimana jumlah suara yang dihasilkan bisa melebihi jumlah penduduknya, bahkan anjing peliharaan dan masyarakat yang sudah meninggal bisa ditemukan surat suaranya.
Klaim kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh para politisi Democrat disangkal oleh media-media yang memperkerjakan para “fact-checkers” yang mensensor semua berita yang tidak sesuai dengan agenda para pendana mereka. Strategi dan taktik para fact-checkers ini adalah mencampur-adukkan kebenaran dengan kebohongan atau menutu-nutupi sebagian fakta dan hanya menyampaikan fakta-fakta yang mendukung narasi mereka, sementara bagian dari fakta yang sama yang bertentangan dengan narasi mereka ditutupi1.
Bagaimana kedalatan suatu negara dan hak-hak konstitusi dari warga negara negara tersebut dilecehkan seperti ini dan negara yang bersangkutan bisa bertahan sebagai satu negara yang berdaulat? Seperti yang pernah dikatakan oleh Taylor Caldwell,
“Satu bangsa dapat bertahan dari orang-orang bodohnya, dan bahkan orang-orang yang ambisius. Tapi bangsa itu tidak bisa bertahan pengkhianatan dari dalam. Musuh di gerbang tidaklah tangguh, karena dapat dikenali melalui benderanya yang dibawa secara terbuka. Tapi pengkhianat bergerak di antara mereka yang berada di dalam gerbang dengan bebasnya, hasutan liciknya berdesir di semua jalan-jalan, terdengar di gedung-gedung aula pemerintahan itu sendiri. Sang pengkhianat tidak terlihat seperti pengkhianat; dia berbicara dengan logat yang akrab bagi para korbannya, dan dia memakai wajah dan argumen yang dikenal orang banyak, dia menyerukan dusta-dusta yang terdapat jauh di dalam hati semua orang. Ia menghancurkan jiwa suatu bangsa, ia bekerja secara sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui di kegelapan malam dalam upaya meruntuhkan pilar-pilar penyangga kota, ia menginfeksi tubuh politik sehingga tak lagi mampu melawan. Bahkan seorang pembunuh pun tidak menakutkan seperti itu.”2
Abraham Lincoln sendiri pernah mengatakan di dalam pidatonya di Young Men’s Lyceum of Springfield, Illinois 27 January 1838.
“Pada titik apa pendekatan bahaya bisa diketahui? Jawab saya. Jikalau [bahaya] itu mencapai kita, itu pasti muncul di antara kita; tidak bisa dari luar negeri. Jika kehancuran terjadi atas kita, kita sendirilah yang harus menjadi penyebabnya dan penggenapannya. Sebagai bangsa yang merdeka, kita dapat hidup sepanjang waktu atau mati karena bunuh diri."3
Amerika sebagai negara yang memperjuangkan hak-hak asazi manusia, hari ini kebablasan dengan munculnya para pelaku politik dan anggota masyarakat yang memiliki kompas moral yang melenceng. Sehingga tidak lagi diberlakkukan batasan-batasan kewajaran dan norma-norma susila yang seharusnya. Agenda-agenda korup yang menguntungkan pribadi-pribadi tertentu tersembunyi di balik usaha memperjuangkan kesamaan hak dan kesetaraan.
Di jaman ini, banyak orang terutama orang-orang muda di Amerika ingin tampil di masyarakat sebagai pahlawan. Sayangnya mereka jadi pahlawan kesiangan yang dalam upaya mencari identitas diri telah menghancurkan masa depan bangsa negara dimana dirinya sendiri berada di dalamnya. Serupa dengan pepatah, Shoot yourself in the foot atau terjemahannya “menembak kaki sendiri”.
Baca artikel sebelumnya,
“A nation can survive its fools, and even the ambitious. But it cannot survive treason from within. An enemy at the gates is less formidable, for he is known and carries his banner openly. But the traitor moves amongst those within the gate freely, his sly whispers rustling through all the alleys, heard in the very halls of government itself. For the traitor appears not a traitor; he speaks in accents familiar to his victims, and he wears their face and their arguments, he appeals to the baseness that lies deep in the hearts of all men. He rots the soul of a nation, he works secretly and unknown in the night to undermine the pillars of the city, he infects the body politic so that it can no longer resist. A murderer is less to fear.”
“At what point then is the approach of danger to be expected? I answer. If it ever reach us it must spring up amongst us; it cannot come from abroad. If destruction be our lot we must ourselves be its author and finisher. As a nation of freemen we must live through all time or die by suicide."