Pertanyaan ini bukan hal yang baru dan bisa saja menjadi perdebatan yang panjang bila tidak disertai dasar-dasar pemikiran dan fakta-fakta yang tersedia. Pertanyaan mengenai tuduhan atau dugaan korup perlu ditanyakan bagi setiap partai politik dari waktu ke waktu; hal tersebut perlu untuk menjaga keseimbangan dan pertanggung-jawaban sebagai mana terdapat di dalam prinsip check and balance bagi setiap badan dan pejabat di Amerika. Karena tidak ada partai politik atau pejabat negara yang terlepas dari kemungkinan menjadi korup.
Lord Acton yang nama aslinya John Emerich Edward Dalberg Acton, seorang ahli sejarah dan pendukung moral di Inggris di abad ke 19 mengatakan “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men” (Kekuasaan cenderung merusak moral, dan kekuasaan yang mutlak pasti merusak moral. Orang-orang besar [dalam sejarah] hampir bisa dikatakan juga selalu menjadi orang-orang yang jahat). Di dalam pernyataannya, Lord Acton berpendapat saat dimana kekuasaan seseorang makin bertambah, moral seseorang itu akan makin berkurang. Senada dengan beberapa tokoh lainnya di dalam sejarah seperti William Pitt the Elder, mantan Perdana Menteri Inggris (1766-1778) dan Alphonse Marie Louis de Prat de Lamartine, pujangga dan politisi Perancis yang memiliki pemikiran yang sama.
Sebagai orang Amerika yang bukan pendukung partai Demokrat, kecurigaan dan tuduhan akan bias dan keberpihakan pasti dilontarkan. Itu lumrah karena keberadaan sifat oposisi. Akan tetapi segala tuduhan dan dugaan seharusnya dapat diukur melalui suatu standar yang netral dan tidak berpihak, selain kepada kebenaran dan kenormalan. Hanya saja bila ukuran dan standar kebenaran dan kenormalan tersebut sudah diputar-balikkan dan arti sesungguhnya dari kata “kebenaran” dan “kenormalan” sudah diubah sedemikian rupa maka tidak ada lagi ukuran yang bisa dipakai untuk menilai sesuatu yang baik dan benar.
Sejak partai Demokrat mengambil alih kursi kepemerintahan di Amerika sudah tidak terhitung tindakan dan perbuatan terjadi yang tidak bisa diterima akal sehat, melanggar Undang-Undang Dasar negara Amerika, dan merusak nilai-nilai dasar yang ditanamkan para Bapak Pendiri negara Amerika tanpa mendapat konsekuensi yang berarti. Hal itu bisa terjadi dikarenakan kekuasaan yang tidak terhingga dan telah menyusup terlalu dalam di semua struktur badan pemerintahan. Peraturan-peraturan dan hukum yang dikeluarkan sudah tidak lagi berdasarkan kebenaran dan Undang-Undang Dasar (Konstitusi) negara Amerika.
Sepanjang sejarah sejak negara Amerika didirikan, partai Demokrat memiliki sejarah yang buruk di dalam menerapkan kebenaran. Bukan berarti tidak ada pemimpin dari partai Demokrat yang benar dan berpegang kepada Konstitusi akan tetapi mereka yang demikian sangat jarang dan mengalami pengucilan di dalam partai Demokrat. Terlalu sering tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh individu-individu di dalam partai Demokrat atas nama dan mendapat dukungan dari partai tersebut malah dilontarkan kepada pihak lain, bukan hanya terbatas kepada pihak oposisi dalam hal ini partai Republik, juga kepada negara lain atau pihak manapun dimana partai Demokrat bisa lontarkan tuduhan. Kecenderungan ini memberikan kesan kuat bahwa partai Demokrat dan politisinya seolah tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran. Bila terdapat konsekuensi dari apa yang diterapkan dan dijadikan hukum, kesalahan selalu ditudingkan kepada pihak lain.
Bertanya mengenai berapa korupnya partai Demokrat melalui perbuatan dan tindakan dari para politisinya bisa dilihat dari apa yang diajukan sehari-hari oleh mereka dalam melakukan pekerjaan mereka di kursi pemerintahan. Beberapa hari ini, sedang panas-panasnya pencalonan seorang anggota Mahkamah Pengadilan Tertinggi (Supreme Court) untuk mengisi kursi kosong dari sembilan Hakim Agung. Mahkamah Pengadilan Tertinggi saat ini didominasi oleh Hakim-hakim Agung yang ditempatkan oleh partai Republik namun tidak berarti mereka, para Hakim Agung yang dipilih oleh partai Republik sunguh-sungguh mewakili aspirasi dari partai Republik apalagi dari masyarakat luas pendukung partai Republik.
Keinginan mengambil kursi dominan di Mahkamah Pengadilan Tertinggi telah membuat partai Demokrat mengajukan calon yang sangat bisa dipertanyakan keutuhan moral dan keberpihakannya kepada kebenaran. Ketanji Brown Jackson, hakim yang dicalonkan partai Demokrat untuk menduduki kursi di Mahkamah Pengadilan Tertinggi memiliki catatan buruk dalam menangani semua kasus pelanggaran seksual terhadap anak-anak. Ketanji selalu menjatuhkan hukuman yang jauh lebih ringan dari tuntutan hukum dan petunjuk dasar hukum dari vonis hukuman bersangkutan. Senator Ted Cruz membongkar fakta ini dan menyatakan,
“Setiap kasus, 100 persen dari semua kasus itu, dimana jaksa penuntut menangani kasus pelanggaran pornografi anak-anak, anda memberikan hukuman kepada terdakwa sangat rendah, bukan hanya tidak sesuai dengan petunjuk dasar hukum yang ada, dimana petunjuk dasar tersebut menuntut hukuman yang lebih tinggi, tetapi juga lebih rendah dari tuntutan hukum dari jaksa penuntut, rata-rata di dalam kasus-kasus ini, 47.2 persen lebih rendah.”
Dalam memberikan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sejauh yang bisa dijawab adalah Ketanji berdalih kepada hak dan kepentingan dari para terdakwa, bukannya kepada kebenaran dan hak-hak dari para korban dari perbuatan para terdakwa. Sudah terkenal kecenderungan partai Demokrat atas kebijakan-kebijakan dan keberpihakan dari banyak para pejabatnya yang menguntungkan para pelanggar hukum dan kelunakan sanksi hukum yang diberikan. Semua dalih yang diberikan mengacu kepada para terdakwa, seolah kebenaran dan keadilan menjadi suatu hal yang menjijikkan bagi mereka untuk diterapkan.
Keputusan-keputusan hukum yang ditangani oleh Ketanji khususnya dalam kasus-kasus pelanggaran seksual terhadap anak-anak dilakukan sepihak bahkan tidak melalui pertimbangan dari Kongres ataupun kantor-kantor rehabilitasi. Sebagai contoh, satu kasus dimana petunjuk dasar hukum mengatakan 97-121 bulan masa tahanan dan pihak jaksa penuntut mengajukan tuntutan hukum 97 bulan penjara, Ketanji memberikan vonis hukuman hanya 57 bulan. Saat hal tersebut dipertanyakan, perwakilan partai Demokrat yang duduk dalam posisi sebagai pemimpin hearing, Dick Durbin berusaha mengalihkan dan membungkam pertanyaan tersebut dalam upayanya memberikan dukungan dan pengalihan bagi Ketanji. Dick berkali-kali menginterupsi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ted Cruz sehingga pertanyaan-pertanyaan yang sangat penting itu terlewatkan untuk dijawab. Strategi ini setiap kali dilakukan sangat fasihnya oleh para politisi kotor dimana-mana di dalam mengelak pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan mereka.
Apakah partai Demokrat cenderung mengajukan individu-individu korup untuk menduduki jabatan-jabatan vital di pemerintahan Amerika? Tampaknya demikian melihat kepada calon-calon yang mereka ajukan selama ini. Coba perhatikan pencalonan Direktur ATF1 (Alcohol, Tobacco, Firearms, and Explosives), David Chipman, seorang pejabat ATF yang terlibat di dalam peristiwa berdarah pembantaian di Waco, Texas atas sekte Cabang David (Branch Davidian) yang menewaskan banyak anggota sekte yang terdiri dari anak-anak dan perempuan. David Chipman tidak mengindahkan hak-hak konstitusi warganegara Amerika seperti layaknya para diktator yang tidak menginginkan masyarakat memiliki kemampuan untuk mengekang tindakan tirani pemerintah.
Tentu saja setiap adanya pengungkapan suatu fakta, para fact-checkers yang berpihak kepada sayap kiri bergegas dan berbaris untuk melakukan pelencengan fakta dalam upaya menimbulkan kebingungan masyarakat untuk bisa tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Para fact-checkers bukan benar-benar berpihak kepada kebenaran tetapi kepada agenda-agenda politik dan sosial yang mereka promosikan.
Pencalonan Asisten Sekretaris Kesehatan negara bagian Pennsylvania, seorang transgender Rachel Levine yang dipilih untuk mengambil muka kepada kelompok LGBTQ. Di dalam dunia normal suatu masalah di dalam kejiwaan dan mental dirawat dan diusahakan untuk mendapat kesembuhan. Hari ini partai Demokrat mendukung dan melayani tuntutan kelompok-kelompok liberal dan sayap kiri untuk tidak melabel sakit jiwa dan mental tetapi malah mendukung dan memberikan wadah atas kelainan jiwa tersebut. Norma-norma sudah dihancurkan dan kebenaran sudah disampahkan di dalam partai Demokrat.
Kembali kepada pertanyaan yang tertera di judul dari tulisan ini, Apakah partai Demokrat di Amerika begitu korup? Jawabannya tentu saja. Tidak semua politisi Demokrat rusak, tetapi semua peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang rusak muncul dari partai Demokrat. Dengan catatan bila anda masih berpegang kepada norma-norma yang sehat dan nilai-nilai kebenaran.
Di dalam pernyataan pers, presiden Biden bahkan tidak bisa menyebutkan secara benar departement ATF. Dia mengatakan AFT, bukannya ATF.