Saat ini mata dunia terfokus kepada invasi militer Rusia ke negara Ukraina, seluruh dunia barat mengecam termasuk Amerika dan NATO yang sedang mempertimbangkan alternatif tindakan militer kepada Rusia. Presiden Rusia, Putin mengancam akan membalas Amerika dan negara-negara NATO bilamana mereka ikut campur dalam invasi Rusia yang dilaksanakan kemarin. Situasi politik saat ini menjadi genting bagi dunia dan perdamaiannya.
Sementara seluruh perhatian terarah kepada konflik militer tersebut, beberapa langkah-langkah kebijakan yang sebelumnya dilakukan oleh Presiden Putin bagi keadaan dalam negeri Rusia tidak mendapatkan perhatian oleh media dan masyarakat dunia. Banyak di antaranya adalah membawa Rusia kepada posisi moral dengan nilai-nilai yang benar, seperti menangani budaya aborsi, melarang pernikahan sesama jenis, melarang para waria mengadopsi anak, melarang situs-situs porno, dan lain-lain. Tujuan Presiden Putin adalah mengembalikan nilai-nilai moral di dalam masyarakat Rusia.
Apa yang terjadi di dalam invasi militer menjadi perdebatan politik yang mungkin sulit untuk dicerna oleh masyarakat biasa yang kurang mendalami persoalan-persoalan politik. Apa alasannya Rusia menyerang Ukraina dan menentang resolusi Persatuan Bangsa-bangsa yang memberikan kedaulatan bagi negara Ukraina untuk merdeka. Berani sendirian menantang Amerika, NATO dan mungkin seluruh dunia. Apakah Presiden Putin sudah hilang kewarasannya? Apakah dia mau berlaku seperti Presiden Korea Utara Kim Jong Un yang berlagak tangguh di dalam kekuatan militer? Atau ada sesuatu yang masyarakat dunia pada umumnya tidak mengerti di balik gejolak politik yang hari ini terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Dimana presiden dan pemimpin negara-negara yang ada mungkin bertahan 4 sampai 8 tahun, Presiden Putin bisa tetap memegang pemerintahan Rusia hingga tahun 2036, menurut beberapa sumber. Hal ini memberikan waktu cukup untuk dia menjalankan kebijakan-kebijakan negara hingga tuntas, termasuk manuver-manuver politik di kancah politik internasional. Hal ini dimungkin setelah ditanda-tanganinya beberapa amandemen undang-undang dasar negara Rusia pada bulan April 2021.
Melihat dari banyak agenda kerja Presiden Putin yang berpegang kepada nilai-nilai moral yang berakhlak membawa pertanyaan di benak. Apakah Presiden Putin ini seorang yang memiliki nilai moral yang baik atau semata-mata tirani atau diktator yang menindas? Mencoba menganalisa pribadi dan karakter dari seorang presiden ini seperti layaknya permainan catur yang melibatkan banyak trik dan strategi yang terselubung.
Mungkin bisa dicoba melalui motivasinya di dalam menerapkan beberapa kebijakan dalam negeri, kita bisa coba mendalami analisa mengenai kepribadiannya sehingga bisa kemudian dimengerti alasan dari kebijakan luar negeri yang dikeluarkannya.
Keputusannya dalam mengeluarkan hukum yang melarang praktek aborsi di Rusia, menurut beberapa nara sumber didasarkan kekuatiran atas merosotnya populasi penduduk Rusia. Satu organisasi religi Rusia yang cukup berpengaruh mengadakan demonstrasi atas praktek aborsi di Rusia yang menggambarkan 2.000 aborsi dilakukan rata-rata perhari di Rusia. Vladimir Putin mengatakan, “Demografi merupakan hal yang penting… Apakah kita akan terus eksis, atau tidak.” “Demography is a vital issue… Either we’ll continue to exist, or we won’t.”
Para anggota kabinet Presiden Putin pun berbagi sentimen yang sama terhadap praktek aborsi yang terjadi di Rusia, mereka menghendaki praktek biadab aborsi dihentikan. Anna Kuznetsova, pejabat ombudsman dari Putin untuk hak-hak anak-anak memiliki pendirian yang tegas melawan aborsi. Putin tidak secara terang-terangan memperlihatkan posisinya dalam pernyataan ini. Beberapa pihak menduga kekuatiran Putin atas konsekuensi keuangan yang mungkin terjadi, dimana akan bermunculannya praktek aborsi bawah tanah.
Di dalam narasinya, dalam upaya mengembang jumlah populasi Putin di dalam kepemerintahannya mencoba memberikan insentif keuangan kepada keluarga yang bersedia memiliki lebih banyak anak mengikuit jejak presiden sebelumnya, Dmitry Medvedev yang memberikan lahan bagi keluarga yang memiliki anak lebih dari dua. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pemerintahan Amerika hari ini yang begitu bersemangatnya ‘menghabisi’ populasi sendiri melalui dukungan politik dan keuangan kepada industri aborsi.
Melarang pernikahan sesama jenis dan melarang para waria untuk mengadopsi anak-anak, keputusan atas pelarangan tersebut didasari oleh keinginan untuk mengembalikan nilai-nilai kepercayaan ortodok. Presiden Putin menyetujui penggunaan bahasa “a belief in God” atau “kepercayaan kepada TUHAN” sebagai pusat dari nilai-nilai negara Rusia. Pengesahan hukum tersebut mendapat 78% suara dari rakyat Rusia.
Walau Presiden Putin agak ambigu dalam pernyataan-pernyataannya di pers, kekuatiran akan pencemaran norma-norma bermoral di masyarakat terlebih terhadap anak-anak menjadi alasan untuk mengeluarkan hukum yang juga melarang para waria mengadopsi anak-anak. Di dalam atmosfir keluarga yang memiliki penyimpangan seksual dan kebingungan akan jati diri dalam jenis kelamin akan berpengaruh buruk bagi sang anak yang akan bertumbuh seraya terus mempertanyakan siapa dirinya. Kerancuan akan fakta-fakta biologi digantikan dengan fantasi yang sangat bertentangan dengan dunia sains dan biologi bukan hal yang sehat bagi siapapun. Usaha untuk memperbaiki dianggap sebagai pelanggaran hak azasi, sehingga kelainan jiwa menjadi makin tidak terkendalikan terselubung sebagai persamaan hak.
Penertiban akses situs-situs porno karena mejadi sumber kerusakan bagi perkembangan anak-anak. Saat satu situs porno menawarkan langganan gratis bagi pejabat Rusia melalui Twitter mendapatkan jawaban tegas dari pejabat Rusia.
@roscomnadzor, jika kami memberikan kalian langganan premium, maukah kalian membatalkan pelarangan itu di Rusia?
“maaf, kami tidak tawar menawar dan demografi bukan komoditas.”
Mendengar beberapa perkembangan di dalam masyarakat dan negara Rusia di atas memberikan suatu sudut pandang baru dalam menilai keadaan yang terjadi hari ini menyangkut kepada negara Rusia dan Presiden Putin. Alasan tindakan agresi militer kepada Ukraina mungkin tidak sesederhana seperti yang tampak di permukaan. Di dalam kancah politik dunia, negara-negara melalui para pemimpinnya melakukan sesuatu dikarenakan oleh alasan-alasan tertentu dan sering kali alasan sesungguhnya terbenam dalam untuk dapat diketahui. Kadang alasan tersebut bisa dimengerti walau tidak bisa diterima, atau sama sekali tidak bisa dimengerti.
Bagaimana situasi beberapa hari ke depan? Bagaimana masa depan dunia setelah ini? Apakah dunia akan pulih dan membaik setelah kehidupan kita dihantam berkali-kali oleh banyak peristiwa? Atau kita akan menjadi insentient atau cuek dan masabodo? Yang jelas perkembangan jaman dengan kemajuan teknologi tidak menjamin membuat dunia menjadi lebih baik.