Kenapa penulis yang satu ini masih mengoceh mengenai vaksin Covid hingga hari ini? Jawabannya adalah karna vaksin Covid masih terus digenjot untuk diterapkan ke semua manusia di seluruh pelosok bumi yang bundar ini (ya, penulis juga tidak percaya bahwa bumi ini datar seperti yang dipercayai sekelompok orang). Selama vaksin Covid masih terus di dalam agenda dari kelompok-kelompok elit dan sbeagian besar (kalau bukan semua) pemerintah di mana-mana, penulis tidak akan beristirahat dari menyuarakan protes dan keberatan atas pemaksaan kepada otonomi kesehatan dan hidup dari setiap individu.
Masih terlalu banyak dan bahkan di antara para pembaca sendiri yang mempercayai vaksin Covid berguna dan menerimanya, bukan cuma sekali bahkan berkali-kali seperti mengkonsumsi vitamin. Entah dikarenakan perasaan takut akan kematian atau ketakutan kepada otoritas sewenang-wenang yang ada.
Sejak awal mulanya penulis sudah mencurigai video-video viral yang beredar memperlihatkan orang-orang yang berdiri atau duduk tiba-tiba tumbang dan meninggal seketika. Seolah-olah mereka yang merekam video-video tersebut sudah mengetahui akan terjadi sesuatu terhadap subject di dalam video mereka. Pada umumnya orang senang dengan segala sesuatu yang bersifat sensasi, karena menarik untuk dijadikan bahan pembicaraan dan gosip. Video-video tersebut dengan cepatnya merebak ke seluruh handphone dan computer di seluruh dunia. Terima kasih internet.
Berapa banyak yang menyadari bahwa sebelum pandemi buat-buatan ini muncul pendapat-pendapat yang pro dan kontra terhadap subyek-subyek tertentu bebas beredar dan tidak menemui banyak penyensoran. Bahkan berita-berita bohong pun bisa beredar [karena khususnya di Amerika Serikat dimana kebebasan bersuara menjadi kebebasan hak asazi yang dilindungi UUD], masyarakat dibiarkan untuk mempercayai yang mana yang mereka mau. Berita-berita yang bohong gugur dengan sendirinya melalui perjalanan waktu. Pemerintah dan media sangat jarang ikut campur untuk memberangus berita-berita pada umumnya. Itu sebelum masa Covid. Argumen mengenai Covid mematikan atau tidak kita bisa debatkan di lain waktu.
Sejak kemunculan Covid, semua suara yang bertentangan dengan agenda vaksinasi massal diberangus dari permukaan media, sehingga untuk mencari pandangan oposisi perlu upaya lebih. Walaupun ada saat-saat tertentu dimana badan-badan kesehatan resmi [seperti CDC di AS] yang menyangkut kepada penelitian dan pelaporan kelanjutan dari suatu wabah terpaksa harus melaporkan kebenaran yang bertentangan dengan narasi yang ada, dimuat tetapi tidak disebar-luaskan. Dan dikarenakan ketakutan sedemikian rupa orang-orang yang diberitahu sekalipun tetap tidak mau menerima.
Begitu banyak korban banyak di antaranya merupakan orang-orang yang menjadi tokoh masyarakat, yang mendadak meninggal setelah menerima vaksin Covid tidak menjadi viral seperti halnya dengan video viral mereka yang tumbang dan meninggal mendadak yang diduga karena Covid. Bukankah ini pun seharusnya menjadi pertanyaan di kepala kita masing-masing mengenai video-video viral yang penulis sebutkan di atas terhadap mereka yang sedang berdiri baik-baik tiba-tiba tumbang dan meninggal? Mereka yang benar-benar menderita Covid tidak bisa tampak baik-baik, atau setidaknya di dalam beberapa video (yang penulis percaya disandiwarakan oleh beberapa aktor krisis) dimana mereka sangat menderita terbaring dan mengalami demam yang sanngat tinggi, ditambah dengan kesaksian beberapa teman (yang sekarang telah menjadi bukan teman) saat mereka mengalami Covid, sangat menderita. Coba kunjungi lagi dan saksikan dengan cermat mereka-mereka yang tumbang dan meninggal mendadak di dalam video-video yang sempat mengagetkan seluruh dunia, apakah orang-orang itu tampak seperti orang sakit? Satu hal yang sangat sulit ada di dalam setiap kebohongan adalah konsistensi.
Penulis merasakan kemasgulan yang sangat menyaksikan teman-teman dekat bahkan anggota keluarga sendiri berbondong-bondong mempertaruhkan kesahatan dan kehidupan mereka dengan mengambilvaksin Covid berkali-kali. Semua peringatan yang diertai rasa keprihatinan yang mendalam tidak digubriskan sama sekali, dan sering menjadi pertengkaran karena penulis dianggap sakit jiwa dan menganggap bahwa otoritas yang memaksakan narasi pandemi lebih peduli kepada mereka. Teman menjadi musuh dan keluarga menjadi orang asing.
Penulis mengalami dimana anggota-anggota keluarga dari teman-teman terdekat meninggal mendadak beberapa hari kemudian setelah menerima vaksin Covid. Paling tidak tiga sampai empat teman-teman terdekat dimana anggota-anggota keluarga mereka yang sehat tanpa ada catatan penyakit mematikan tiba-tiba jatuh dan meninggal. Bagi mereka yang tetap mempercayai vaksin Covid memperdebatkan bahwa fenomena tersebut merupakan kejadian kebetulan. Bagaimana semua kejadian itu memiliki kesamaan dalam menerima vaksin Covid bisa menjadi kebetulan? Beberapa rekan kerja, teman dekat, keluarga dan orang tua dari penulis menyatakan penyesalan mereka karena mengambil vaksin Covid yang sekarang berakibatkan kepada kesehatan mereka.
Megyn Kelly, seorang pembawa berita terkenal di Amerika Serikat menyatakan penyesalannya menerima vaksinasi Covid. Mantan pabrik farmasi Pfizer, Mike Yeadon menyatakan bahwa vaksin Covid adalah racun yang dirancangkan. Dr. Charles Hoffe memberikan presentasi bahwa [vaksin] Covid mRNA menyebabkan penggumpalan darah. Melalui video ini, disampaikan bahwa FDA (Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat) mengakui kaitan vaksin Covid dengan penggumpalan darah. Melalui video Dr. Phillip McMillan, Dr. Peter McCullough melakukan studi otopsi banyak angka kematian mendadak yang mengacu kepada vaksin Covid disensor dari internet. Dr. McCullough juga meneliti ulang dan menemukan dari 325 otopsi, 74 persen kematian disebabkan oleh vaksin Covid. Penulis sempat menyaksikan satu dokumenter wawancara yang diproduksi oleh Stew Peters dari beberapa ahli otopsi yang menemukan penggumpalan darah yang belum pernah terjadi sebelum vaksin Covid atas korban-korban yang meninggal. Tetapi para kelompok elit seperti Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur WHO memakai strategi komunis dengan menganjurkan badan-badan tertentu untuk menyensor semua yang bertentangan dengan narasi Covid yang dikampanyekan.
Ada yang menderita Covid sembuh dan ada yang meninggal. Ada yang menderita flu sembuh dan ada yang meninggal. Ada yang menderita penyakit lainnya sembuh dan ada yang meninggal. Kenapa Covid yang satu ini menjadi spesial? Mereka di kedua belah pihak, yang divaksin dan yang tidak tetap bisa menderita Covid. lalu buat apa mempertaruhkan kesehatan dan kehidupan kepada vaksin percobaan yang telah merenggut banyak jiwa bila kemungkinan sembuh dari Covid sangat besar seperti yang CDC sendiri laporkan di websitenya? Mungkin mereka yang menerima vaskin tidak merasakan atau mengalami akibat sampingan, mungkin. Tetapi seperti yang dikatakan sebelumnya, dari banyak orang yang penulis kenal, mereka menyatakan telah mengalami masalah atas kesehatan mereka yang sebelumnya tidak ada. Sekali lagi mungkin masalah kesehatan yang mereka alami memang akan terjadi baik mereka terima vaksin atau tidak, mungkin.
Penulis tidak banyak berharap para pembaca atau orang-orang yang ada disekitarnya bisa terbuka pikirannya, paling tidak penulis sudah berusaha melalui setiap upaya untuk menyampaikan pemikirannya. Satu hal yang menjadi kekuatiran penulis bukan semata-mata kepada kematian, cepat atau lambat semua orang akan mati suatu hari, tetapi pemaksaan atas otoritas diri pribadi lepas pribadi kepada pemaksaan, sama halnya dengan pemerkosaan, atas nama kesehatan umum. Tren kepercayaan umum ini tidak terhindarkan akan menjadi dasar penetapan hukum baru yang kemudian akan menindas hak asazi manusia yang mendasar yang pernah terjadi di dalam sejarah modern manusia. Tanpa vaksin orang yang tidak bersedia menerima vaksin walaupun sehat bugar tidak melakukan kegiatan di wadah-wadah umum, tidak bisa berpergian menggunakan fasilitas publik, tidak bisa memasuki negara-negara tertentu, tidak bisa bertransaksi usaha seperti sebelumnya, dan lain-lain. Status vaksinasi menjadi agama baru dan otoritas yang ada menjadi tuhan dan tuan atas masyarakat.
Dan saat tulisan ini dimuat, Covid muncul kembali beserta dengan “anjuran” vaksinasi dan keharusan mengenakan masker (baca mengenai akibat sampingan pemakaian masker yang berkepanjangan terhadap kesehatan). Satu virus yang sangat cerdas yang munculnya selalu mendekati saat-saat kampanye politik. Kiranya Tuhan menolong kita.
Penulis tidak mewakili pandangan Repikir, artikel ini semata merupakan opini pribadi penulis.